Agar dapat merasa tenang dalam menjalani hidup untuk meraih bahagia, berikut ini beberapa ciri dan tanda dari jalan yang benar menuju hidup bahagia;
Allah berfirman; {dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan- jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan- Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa} [QS. al An’aam:153]
Maka jalan kebahagiaan itu hanyalah jalannya Allah. Hanya Ia lah yang lebih mengetahui jalan terbaik yang dapat memperbaiki keadaan seorang hamba.
Hal yang pasti bahwa tiada kebahagiaan selain dengan menempuh jalan Nya. Dan orang yang merugi adalah mereka yang meninggalkan jalan Allah untuk meraih bahagia dengan menempuh jalan selainnya. Allah berfirman; {Barangsiapa yang mengikut petunjuk- Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta}
[QS. Thaha:123-124]
Kebahagiaan hanyalah dapat diperoleh dengan meniti jalan petunjuk. Sementara rasa sempit dan sengsara adalah hasil yang akan dirasakan oleh mereka yang ingkar, bahkan meski secara fisik mereka itu adalah orang-orang msyhur dan ternama.
Telah dipahami bahwa manusia itu adalah makhluk yang tercipta dari ruh dan jasad. Masing-masing dari keduanya memiliki makanannya.
Sebagian kelompok filsafat lebih menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan spritual dan mengabaikan kebutuhan fisikalnya, yang pada akhirnya mengantar mereka pada kesengsaraan.
Adapun kelompok modernis yang mempertuhankan benda, maka logika hidup mereka justru berbalik. Mereka puaskan seluruh kebutuhan jasadnya dengan mengabaikan spritualnya. Mereka rubah ciri kemanusian dirinya menjadi ibarat seperti hewan yang hidup hanya mengejar kepuasan nafsu.
Adapun jalan yang ditempuh oleh seorang muslim; maka ia akan memberi nutrisi yang cukup bagi rohaninya dengan cahaya dari langit, dan menjaga kebugaran dan kesehatan tubuhnya serta memenuhi kebutuhan fisikalnya dengan rezki yang baik dan halal; {Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik} [QS. al Qashash:77]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenarkan sebuah pernyataan yang disampaikan oleh Salman al Faarisiy radhiyallahu ‘anhu; “Sesungguhnya Allah memiliki hak terhadap dirimu, jasadmu juga memiliki hak kepadamu, dan keluargamu juga memiliki hak terhadap dirimu; karena itu berilah hak mereka yang seharusnya engkau tunaikan itu.
Seorang yang telah merasakan manisnya iman tidak akan sanggup melepaskannya untuk selama-lamanya, bahkan meski nyawa taruhannya.
Demikianlah pelajaran yang dapat dipetik dari kisah para penyihir Fira’un ketika beriman kepada ajaran nabiullah Musa alaihissalam. Allah berfirman, mengabadikan kisah mereka; {Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.}
[QS. Thaha:71]
Menjawab ancaman Fir’aun itu, justru jawaban mereka adalah; {Mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja} [QS.Thaha:72]
Tidak membutuhkan waktu yang lama setelah yakin dan merasakan manisnya keimanan, para penyihir itu tegar dengan keimanannya bahkan meski mendapat ancaman akan dibunuh.
Tiada kebagiaan tanpa ketenangan, dan tiada ketenangan tanpa keimanan. Allah berfirman; {Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana} [QS. al Fath:4]
Keimanan itu akan memberi rasa bahagia bagi seseorang melalui dua celah;
1. Keimanan akan mencegah seorang tergelincir dalam kubangan dosa, yang merupakan satu diantara sebab utama keputusasaan dan kesengsaraan. Jika hati seorang hampa dari iman, maka tidak ada satupun jaminan keselamatan baginya, bahwa ia tidak akan terjerumus ke dalam syahwat yang membinasakan.
2. Keimanan akan memberi rasa tenang dan tentram, dua diantara syarat terpenting meraih bahagia. Maka dalam gulungan ombak masalah yang menghantam begitu keras, tiada jalan keselamatan kecuali dengan iman. Tanpa iman, sebab ketakutan dan rasa gelisah tidak akan lenyap bahkan akan semakin bertambah. Adapun jika iman bersemai di dalam hati, maka tidak satupun yang berhak ditakuti secara utuh melainkan Allah.
Hati seorang mukmin tidak akan gelisah dan berputus asa menghadapi setiap masalah sulit. Dia bertawakkal kepada Allah.
Adapun hati seorang yang hampa dari iman tidak ubahnya seperti daun yang terpisah dari tangkainya. Angin akan mengombang-ambingkannya di udara.
Tahukah anda bahwa hal paling menakutkan yang menghantui banyak orang adalah kematian ?!. Tetapi ternyata kematian itu bukanlah hal yang menakutkan bagi seorang mukmin. Bahkan kematian itu sesungguhnya adalah hal yang sangat baik bagi mereka yang hatinya dipenuhi dengan iman dan takwa.
Keimanan adalah hal yang dapat menciptakan perasaan aman dan tentram bagi seseorang. Karena ia akan terus merasakan kebersamaan Allah dalam setiap aktivitasnya. Allah berfirman; {Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang beriman} [QS. al Anfal:19]
Betapapun kesulitan dan ujian yang dialami oleh sorang mukmin, maka seluruhnya tidak akan meninggalkan bekas negatif berupa was-was syaithan dan keletihan badan yang timbul sebagai akibat dari penyakit hati itu, yaitu selama ia senantiasa menjadikan al Quran sebagai pedoman yang menyinari jalan hidupnya.
Ketakutannya akan berubah menjadi rasa aman dan keselamatan. Kesengsaraan yang dirasakannya akan berubah menjadi bahagia dan ketenangan.
Karenanya, Allah menuntunnya untuk mewujudkan keamanan jiwa dan kebahagiaan ruhani yang tidak akan mungkin diperbandingkan dengan jenis kebahagiaan lainnya, bahkan meski ia memiliki dunia dengan segala isinya.
Telah dipahami bahwa fase kehidupan manusia itu ada tiga, yaitu; fase di dunia, fase di alam kubur dan fase di negeri akhirat.
Pada masing-masing fase ini ada jalan menggapai bahagia.
Di dunia, Allah berfirman; {Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan} [QS. an Nahl:97]
Maksudnya niscaya akan kami berikan padanya kehidupan yang tentram dan bahagia di dunia bahkan meski hartanya sedikit. Hal itu disebabkan karena adanya perasaan senang dan ridha serta percaya akan segala ketetapan Nya.
Adapun kebahagiaan seorang mukmin yang akan dirasakannya di dalam kubur, maka sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah, “Kelak sorang mukmin betul-betul akan berada pada sebuah kebun yang hijau di dalam kuburnya. Kuburnya akan diluaskan sebanyak 70 hasta. Dan akan diterangi seperti terangnya bulan di malam purnama”.
Sedangkan tentang kebahagiaan yang kelak akan dirasakannya di kampung akhirat, maka sebagaimana firman Nya; {Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya}
[QS. Huud:108]
Sungguh mereka itu telah meraih kemenangan berupa kebahagiaan di dunia dan kenikmatan yang kekal di negeri akhirat.
Bila demikian, Islam telah hadir dengan menawarkan kebahagiaan abadi kepada manusia; kebahagiaan yang dirasakannya dalam kehidupannya di dunia dan kebahagiaan yang kelak akan dijumpainya di negeri akhirat; dan balasan Allah adalah lebih baik dan kekal.
Dalam Islam, Allah menjadikan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat sebagai dua hal yang tidak terpisah.
Dunia tidak lain adalah jalan menuju akhirat dan jalan untuk mendapatkan puncak kebahagiaan di negeri akhirat.
Kalau demikian, maka Islam adalah satu-satunya jalan untuk meraih kebahagiaan abadi di dunia dan di akhirat. Allah berfirman; {Barangsiapa yang menghendaki pahala di dunia saja (maka ia merugi), karena di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirat. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat}
[QS. an Nisaa:134]