Banyak orang yang menghabiskan masanya dengan berusaha mendapatkan seluruh kesenangan yang hadir dihadapannya. Tidak satupun peluang untuk mendapatkannya melainkan akan dikejarnya. Ia menyangka bahwa dengan berhasil mendapatkan seluruh jenis kesenangan itu maka dia akan menjadi bahagia. Namun setelah seluruh potensinya terkerahkan, tiba-tiba saja ia tercengang saat mendapati dirinya ternyata sangat jauh dari kebahagiaan. Kesenangan duniawi itu sangat variatif dan selalu mengalami perubahan, dan tidaklah kebahagiaan itu terdapat pada seluruh kesenangan tersebut. Disinilah banyak orang terkecoh ketika menyamakan antara makna bahagia dan makna senang. Logika berfikir demikian tidaklah benar, namun yang benar bahwa kedua sifat ini memiliki sisi persamaan dan memiliki sisi perbedaan. Keduanya sama dari sisi kegembiraan yang dirasakan oleh seseorang ketika mengalaminya (ketika bahagia dan ketika senang). Tetapi keduanya berbeda ditinjau dari masa kegembiraan yang lekat pada orang tersebut ketika mengalami keduanya. Kegembiraan yang dirasakan oleh orang yang senang mungkin terjadi secara spontan dan intervalnya relatif singkat dan mungkin setelah sebab kesenangan itu hilang, lenyaplah pula kegembiraannya, atau bahkan berganti menjadi sebuah penyesalan. Adapun kegembiraan dan kelapangan hati yang dirasakan oleh orang-orang bahagia, maka akan terus menyertai pemiliknya dalam waktu yang panjang.
Logika berfikir yang menyamakan antara bahagia dan senang, tidak jarang disebabkan karena kesalahan pola pikir mereka yang mendefenisikannya sendiri. Ketenaran –misalnya- adalah sebuah kesenangan yang tiada terlukiskan. Orang-orang memuji dan mengangkat serta mengedepankan anda dalam setiap pertemuan. Tidak disangkal bahwa hal itu akan mendatangkan kesenangan bagi anda. Tetapi ternyata banyak didapati orang-orang yang memiliki ketenaran luar biasa, harta berlimpah dan kecantikan serta wajah yang rupawan ternyata menghabiskan harinya dengan berobat ke psikiater karena kebimbangan hati yang luar biasa. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang kemudian memutuskan untuk bunuh diri untuk melepaskan beban diri yang tidak lagi sanggup dihadapinya.
Banyak juga orang yang menghabiskan usianya dengan berganti-ganti pasangan. Dan setelah beberapa lama, ternyata engkau dengar kabar bahwa ia tengah sekarat karena penyakit aids yang diidapnya.
Di lain tempat ada orang yang menganggap kebahagiaan itu dengan menikmati santapan yang lezat-lezat. Hingga tidak jarang engkau dapati seorang yang sangat menikmati santapan yang disuguhkan dihadapannya, lebih dari kenikmatannya ketika beribadah. Semua hidangan yang dihadirkan dihabiskannya dengan lahap. Namun ternyata selang beberapa waktu, engkau dengar kabar bahwa ia tengah berbaring di rumah sakit karena makanan yang disantapnya.
Terkadang juga pola pikir menyimpang tentang hakikat kebahagiaan itu dipicu oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Mereka mencoba menguasai pola pikir masyarakat hingga menilai kebahagiaan itu pada materi tertentu yang sesuai dengan kepentingan pihak-pihak itu.
Seorang pemuda sebelum menjadi pecandu obat terlarang –tentu- hanya mencoba saja. Namun setelah merasakan kesenangan diawal percobaannya itu, akhirnya ia pun menjadi korban yang dimanfaatkan oleh para pengedarnya.
Demikianlah halnya seorang yang telah tersihir dengan produk tertentu. Mereka tidak lain adalah korban iklan, yang setiap saat akan anda dapati keluyuran di mall-mall untuk mendapatkan produk kesenangannya.
Kalau demikian, ternyata hakikat kebahagiaan itu tidaklah terletak pada ketersediaan hajat hidup setiap orang. Kalau saja benar bahwa hakikat kebahagiaan itu terletak pada ketersediaan hajat hidup setiap orang niscaya orang yang paling bahagia adalah orang-orang kaya dan para pemimpin. Namun ternyata hasil penilitian ilmiah membuktikan kenyataan yang berbeda. Betapa banyak unsur non materi yang dimiliki oleh orang-orang miskin, yang membuat mereka bahagia, dan unsur itu tidak dimiliki oleh orang-orang kaya.
Bila demikian, mungkin saja hakikat kebahagiaan itu ada pada tersedianya waktu rehat yang cukup bagi seseorang. Mari kita buktikan ….