Kemulian bagi manusia tidak terbatas pada satu golongan saja, pada dasarnya wanita sama seperti laki-laki dalam segala bentuk kemuliaan. Allah Ta’ala berfirman: {Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf} [QS. Al Baqarah:228].
Dan firman- Nya: {Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain} [QS. At Taubah:71].
Sama sekali tidak ada perbedaan antara wanita dan laki-laki dalam hal balasan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman: {Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain} [QS. Ali Imran:195].
Dan Ia juga berfirman:
{Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun} [QS. An Nisa:124].
Allah Ta’ala telah memuliakan wanita sebagai manusia ketika memberikannya.
Universitas oxford sebelumnya tidak menyetarakan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam masalah hak dan kewajiban (dalam organisasi mahasiswa) hingga terbit kebijakan untuk menyamakannya pada tanggal 26 juli 1964.
“Jika kita membandingkan antara aturan-aturan Al Qur’an dengan aturan-aturan seluruh masyarakat lampau, aturan Al Qur’an mencatat kemajuan yang tidak tertandingi, utamanya jika dibandingkan dengan Athena dan Romawi, dimana wanita selalu direndahkan.
tanggung jawab agama secara sempurna sebagaimana laki-laki, berhak mendapatkan ganjaran pahala atau hukuman seperti laki-laki, bahkan perintah pertama agama untuk manusia ditujukan kepada laki-laki dan wanita secara bersamaan, dimana Allah Ta’ala berfirman kepada manusia pertama; Adam dan isterinya: {Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim} [QS. Al Baqarah:35].
Sebagaimana juga Allah Ta’ala tidak melemparkan tanggung jawab dikeluarkannya Adam dari surga kepada wanita sebagaimana keyakinan sebagian agama-agama, bahkan Allah menyebutkan bahwa Adam lah sebagai orang yang paling bertanggung jawab: {Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat} [QS. Thaha:115]
{Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk} [QS. Thaha:121-122].
Demikianlah, wanita dan laki-laki sama dalam hal kemanusiaan. Allah Ta’ala berfirman: {Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal}
[QS. Al Hujurat:13].
Wanita dan laki-laki setara dalam hal berikut:
Tanggung jawab sipil dalam hak pribadi:
Privasi wanita dihormati dan dihargai, Allah Ta’ala mensetarakannya dengan wanita dalam berbuat dan melakukan seluruh jenis transaksi, seperti jual beli dan sebagainya, seluruh hak sipil tersebut berlaku baginya tanpa syarat yang membatasi kebebasannya dalam bertindak, kecuali ketentuan-ketentuan yang hanya mengikat laki-laki sendiri. Allah Ta’ala berfirman: {Bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan}
[QS. An Nisa:32].
Dan dia berhak mendapatkan harta warisan. Allah Ta’ala berfirman: {Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan} [QS. An Nisa:7].
Di hadapan syariat dia setara dengan laki-laki dalam hal kebaikan atau keburukan. Allah Ta’ala berfirman: {Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana}} [QS. Al Maidah:38].
Dalam balasan akhirat, Dia berfirman: {Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan} [QS. An Nahl:97].
Dalam loyalitas dan pembelaan {Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana}
[QS. At Taubah:72].
“Di Roma diadakan pertemuan besar membahas tentang wanita, maka diputuskan bahwa wanita adalah ciptaan yang tidak memiliki jiwa sehingga ia tidak akan mendapatkan kehidupan akhirat, ia najis, tidak boleh makan daging dan tertawa, bahkan tidak boleh berbicara, ia harus menghabiskan waktunya dengan sembahyang, ibadah dan menjadi pelayan. Untuk menghalanginya dari semua itu maka mulutnya ditutup dengan gembok besi. Wanita di saat itu –dari keluarga bangsawan hingga rakyat jelata- berjalan ke mana saja dengan gembok di mulutnya, ini di luar hukuman-hukuman fisik yang mereka dapatkan, karena mereka dianggap alat penggoda yang digunakan syaitan untuk merusak hati.
“Dalam keyakinan India kuno: Penyakit, kematian, neraka, racun, ular dan api lebih baik dari wanita, haknya dalam kehidupan berakhir dengan kematian suaminya yang menjadi tuan dan pemiliknya, jika ia melihat jasad suaminya dibakar maka ia pun melontarkan dirinya di api, jika tidak ia lakukan maka ia akan dikutuk selama-lamanya.
“Posisi wanita terhadap laki-laki bagaikan hamba sahaya terhadap tuannya, bagaikan pekerjaan tangan dan pekerjaan akal, bagaikan orang barbarian dengan orang Yunani, wanita adalah laki-laki yang kurang, dibiarkan pada tingkatan rendah pada tangga kemajuan”
“Di perancis, di salah satu wilayahnya, pernah diadakan pertemuan pada tahun 586 M, dalam pembahasan seputar wanita: Apakah wanita dianggap manusia atau bukan? Dan akhirnya diputuskan di penghujung pertemuan bahwa ia adalah manusia, namun ia diciptakan untuk melayani laki-laki. Dan pada februari 1938, terbit undang-undang baru yang mengamandemen undang-undang yang melarang wanita Perancis melakukan sebagian transaksi keuangan”
“Aku berkeliling bersama hatiku untuk tahu dan mencari hikmah dan pikiran, agar aku perkenalkan keburukan bahwa ia adalah kebodohan dan kedunguhan adalah tidak waras, lalu aku dapatkan sesuatu yang lebih pahit dari kematian yaitu wanita yang ia adalah jala dan hatinya adalah perangkap (Pengkhotbah:7)
“DI bawah naungan Islam wanita mendapatkan kembali kebebasannya dan mendapatkan kedudukan yang istimewa; Islam memandang wanita sebagai pasangan yang setara dengan laki-laki, masing-masing saling menyempurnakan, Islam mengajak untuk mengajar wanita dan membekalinya dengan ilmu dan kebudayaan, memberinya hak kepemilikan dan kebebasan terhadap harta miliknya, sebagaimana ia memiliki hak untuk menentukan akad dalam pernikahan”
Terdapat perintah untuk berlaku lembut terhadap wanita dan menyayanginya; Allah Ta’ala mengharamkan membunuh wanita dalam peperangan, Ia perintahkan untuk tetap berinteraksi dengan wanita haid dan makan bersamanya, padahal orang-orang yahudi melarang hal tersebut, mereka meremehkannya dan menjauhinya dan tidak makan bersama dengannya sampai ia bersih dari haidnya. Wanita mendapatkan penghargaan besar dari Rasulullah dalam sabdanya: «Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik perlakuaannya terhadap keluarganya, dan aku adalah orang terbaik terhadap keluarganya» (HR. Tirmidzi, dan beliau berkata: hadits hasan shahih).
Dan ketika ada seorang memukul isterinya di zamannya beliau marah dan bersabda: «Seorang diantara kalian memukul isterinya seperti ia memukul budak lalu di malam hari ia menidurinya?!» (HR. Bukhari).
Ketika sekelompok wanita datang kepada Rasulullah mengadukan suami-suaminya, beliau bersabda: «Ada sekelompok wanita yang datang ke rumah keluarga Muhammad mengadukan para suaminya, mereka (para suami) itu bukanlah orang terbaik diantara kalian!» (HR. Abu Daud).
Wanita diberikan sesuatu yang tidak diberikan kepada laki-laki; Allah Ta’ala perintahkan untuk berbakti kepada ibu lebih daripada ayah. Ada seorang datang kepada Rasulullah dan berkata: «Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baikku? Dalam sebuah riwayat: “Kepada siapakah aku berbakti”?-, Rasulullah menjawab: “Ibumu”, ia kembali bertanya: “Lalu siapa lagi?”, beliau menjawab: «“Ibumu”, lalu ia bertanya lagi: “Kemudian siapa”?, beliau menjawab: “Ibumu”, ia kembali bertanya: “Kemudian siapa?”, beliau menjawab: “Ayahmu» (Muttafaqun alaihi).
Allah menyiapkan pahala besar dalam mendidik anak perempuan yang tidak terdapat dalam mendidik anak laki-laki. Beliau bersabda: «Siapa yang diuji dengan memiliki anak-anak wanita lalu ia mendidiknya dengan baik maka mereka akan menjadi pelindung baginya dari api neraka» (Muttafaqun alaihi). Dan beliau bersabda: «Ya Allah, sungguh aku memberi sanksi bagi orang yang melalaikan hak dua orang lemah: anak yatim dan wanita» (HR. An Nasai dengan sanad hasan).
“Raja Henry VIII mengeluarkan instruksi melarang wanita membaca kitab suci, sebagaimana wanita -sesuai perundang-undangan Inggris sekitar tahun 1850 M- tidak terhitung sebagai warga negara dan tidak memiliki hak-hak privasi, ia tidak memiliki hak untuk memiliki pakaiannya dan harta hasil jerih payahnya”